Recent Posts

banner image

Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim



Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh
Maulana Makhdum Ibrahim. Putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut
Nyai Ageng Manila. Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah putri Prabu Kertabumi
ada pula yang berkata bahwa Dewi Condrowati adalah putri angkat Adipati Tuban yang sudah
beragama Islam yaitu Ario Tejo.
Sebagai seorang Wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa
,tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi.
Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan
disiplin . Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para Wali itu lebih berat dari pada
orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon Wali yang besar , maka Sunan Ampel sejak
dini juga mempersiapkan sebaik mungkin . Disebutkan dari berbagai literature bahwa Raden
Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam
hingga ke Tanah seberang ,yaitu Negeri Pasai . Keduanya menambah pengetahuan kepada
Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar
yang banyak menetap di Negeri Pasai .Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad,
Mesir , Arab dan Persi atau Iran. Sesudah belajar di Negeri Pasai, Raden Makdum Ibrahim dan
Raden Paku pulang keJawa. Raden Paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri
sehingga terkenal sebagai Sunan Giri .Sedang Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah diTuban. Dalam
berdakwa Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik
simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang.
Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya . Bila benjolan itu dipukul
dengan kayu lunak maka timbullah suaranya yang merdu ditelinga penduduk setempat . Lebih
–lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah
seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga beliau bunyikan
pengaruhnya sangat hebat bagi para pendengarnya . Setiap Raden Makdum Ibrahim
membunyikan Bonang, pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya . Dan
tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan
tembang – tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim.
Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran.Setelah rakyat
berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan
ajaran agama Islam.Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan
senang hati, bukan dengan paksaan.
Diantara tembang yang terkenal ialah :
“Tamba ati iku sak warnane,
Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kaping pindho shalat sunah lakonona,
Kaping telu wong kang saleh kancanana,
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,
Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe,
Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani.
Artinya :
Obat sakit jiwa ( hati ) itu ada lima jenisnya.
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
Pertama membaca Al-Qur’an dengan artinya,
Kedua mengerjakan shalat malam ( sunnah Tahajjud ),
Ketiga sering bersahabat dengan orang saleh ( berilmu ),
Keempat harus sering berprihatin ( berpuasa ),
Kelima sering berdzikir mengingat Allah di waktu malam,
Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah Tuhan Allah mengabulkan.
Hingga sekarang lagi ini sering dilantunkan para santri ketika hendak shalat jama’ah, baik di
pedesaan maupun dipesantren. Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik
yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara maupun Madura. Karena beliau sering
mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan
Bonang. Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk .Hingga sekarang karya
sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat, penuh keindahan dan
makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda . (Nederland )
Pada masa hidupnya, Sunan Bonang termasuk penyokong kerajaan
Islam Demak, dan ikut membantu mendirikan Masjid Agung Demak. Oleh
masyarakat Demak ketika itu, ia dikenal sebagai pemimpin bala tentara Demak.
Dialah yang memutuskan pengangkatan Sunan Ngudung sebagai panglima
tentara Islam Demak.
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
Ketika Sunan Ngudung gugur, Sunan Bonang pula yang mengangkat
Sunan Kudus sebagai panglima perang. Nasihat yang berharga diberikan pula
pada Sunan Kudus tentang strategi perang menghadapi Majapahit. Selain itu,
Sunan Bonang dipandang adil dalam membuat keputusan yang memuaskan
banyak orang, melalui sidang-sidang ''pengadilan'' yang dipimpinnya.
Misalnya dalam kisah pengadilan atas diri Syekh Siti Jenar, alias
Syekh Lemah Abang. Lokasi ''pengadilan'' itu sendiri punya dua versi. Satu versi
mengatakan, sidang itu dilakukan di Masjid Agung Kasepuhan, Cirebon. Tapi,
versi lain menyebutkan, sidang itu diselenggarakan di Masjid Agung
Demak. Sunan Bonang juga berperan dalam pengangkatan Raden Patah.
Dalam menyiarkan ajaran Islam, Sunan Bonang mengandalkan
sejumlah kitab, antara lain Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali, dan Al-Anthaki dari
Dawud al-Anthaki. Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami dan Syekh Abdul Qadir
Jaelani. Ajaran Sunang Bonang, menurut disertasi JGH Gunning dan disertasi
BJO Schrieke, memuat tiga tiang agama: tasawuf, ussuludin, dan fikih.
Ajaran tasawuf, misalnya, menurut versi Sunan Bonang menjadi
penting karena menunjukkan bagaimana orang Islam menjalani kehidupan dengan
kesungguhan dan kecintaannya kepada Allah. Para penganut Islam harus
menjalankan, misalnya, salat, berpuasa, dan membayar zakat. Selain itu, manusia
harus menjauhi tiga musuh utama: dunia, hawa nafsu, dan setan.
Untuk menghindari ketiga ''musuh'' itu, manusia dianjurkan jangan
banyak bicara, bersikap rendah hati, tidak mudah putus asa, dan bersyukur atas
nikmat Allah. Sebaliknya, orang harus menjauhi sikap dengki, sombong, serakah,
serta gila pangkat dan kehormatan. Menurut Gunning dan Schrieke,
naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah Wali Songo yang relatif lebih
lengkap.
Ajaran wali yang lain tak ditemukan naskahnya, dan kalaupun ada,
tak begitu lengkap. Di situ disebutkan pula bahwa ajaran Sunan Bonang berasal
dari ajaran Syekh Jumadil Kubro, ayahanda Maulana Malik Ibrahim, yang
menurunkan ajaran kepada Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan
Kalijaga, dan Sunan Muria.
Dikisahkan beliau pernah menaklukkan seorang pemimpin perampok dan anak buahnya hanya
mempergunakan tambang dan gending. Dharma dan irama Mocopa,t Begitu gending ditabuh
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak, seluruh persendian mereka seperti
dilolosi dari tempatnya. Sehingga gagallah mereka melaksanakan niat jahatnya.
“Ampun ………. hentikanlah bunyi gamelan itu, kami tidak kuat !” Demikian rintih Kebondanu
dan anak buahnya.
“Gending yang kami bunyikan sebenarnya tidak berpengaruh buruk terhadap kalian jika saja
hati kalian tidak buruk dan jahat.”
“Ya, kami menyerah, kami tobat !Kami tidak akan melakukan perbuatan jahat lagi, tapi ………. “
Kebondanu ragu meneruskan ucapannya.
“Kenapa Kebondanu, teruskan ucapanmu !” ujar Sunan Bonang.
“Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosa kami yang sudah tak terhitung lagi banyaknya,”
kata Kebondanu dengan ragu. “Kami sudah sering merampok, membunuh dan melakukan
tindak kejahatan lainnya.”
“Pintu tobat selalu terbuka bagi siapa saja,” kata Sunan Bonang. “Allah adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun dan Penerima tobat.”
“Walau dosa kami setinggi gunung ?” Tanya Kebondanu.
“Ya, walau dosamu setinggi gunung dan sebanyak pasir dilaut.”
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
Akhirnya Kebondanu benar-benar bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang yang setia.
Demikian pula anak buahnya. Pada suatu ketika juga ada seorang Brahmana sakti dari India
yang berlayar ke Tuban. Tujuannya hendak mengadu kesaktian dan berdebat tentang masalah
keagamaan dengan Sunan Bonang. Namun ketika ia berlayar menuju Tuban, perahunya
terbalik dihantam badai. Walaupun ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri
kitab-kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah
tenggelam ke dasar laut. Di tepi pantai mereka melihat seorang lelaki berjubah putih sedang
berjalan sembari membawa tongkat. Mereka menghentikan lelaki itu dan menyapanya. Lelaki
berjubah putih itu menghentikan langkah dan menancapkan tongkatnya ke pasir.
“Saya datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang.”kata
sang Brahmana.
“Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang?” tanya lelaki itu .
“Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan ,kata sang Brahmana .”Tapi sayang
kitab –kitab yang saya bawa telah tenggelam kedasar laut .”
Tanpa banyak bicara lelaki itu mencabut tongkatnya yang menancap dipasir ,mendadak
tersemburlah air dari lubang tongkat itu, membawa keluar semua kitab yang dibawa sang
Brahmana.
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
“Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam kedasar laut?”Tanya lelaki itu.
Sang Brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab itu. Ternyata benar miliknya sendiri.
Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga siapa sebenarnya lelaki berjubah
putih itu.
“Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?”tanya sang Brahmana
“Tuan berada dipantai Tuban !”jawab lelaki itu .Serta merta Brahmana dan para pengikutnya
menjatuhkan diri berlutut dihadapan lelaki itu .Mereka sudah dapat mendiga pastilah lelaki
berjubah putih itu adalah Sunan Bonang sendiri.
Siapalagi orang sakti berilmu tinggi yang berada dikota Tuban selain Sunan Bonang .Sang
Brahmana tidak jadi melaksanakan niatnya menantang Sunan Bonang untuk adu kesaktian dan
mendebat masalah keagamaan, malah kemudian ia berguru kepada Sunan Bonang dan
menjadi pengikut Sunan Bonang yang setia.
Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean, pada 1525. Saat akan
dimakamkan, ada perebutan antara warga Bawean dan warga Bonang, Tuban.
Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka, karena sang
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim
Sunan sempat berdakwah di pulau utara Jawa itu. Tetapi, warga Tuban tidak mau
terima. Pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid dari Bonang
mengendap ke Bawean, ''mencuri'' jenazah sang Sunan.
Esoknya, dilakukanlah pemakaman. Anehnya, jenazah Sunan
Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean! Karena itu, sampai
sekarang, makam Sunan Bonang ada di dua tempat. Satu di Pulau Bawean, dan
satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja, Tuban. Kini
kuburan itu dikitari tembok dengan tiga lapis halaman. Setiap halaman
dibatasi tembok berpintu gerbang.
Adalagi legenda aneh tentang Sunan Bonang .
Sewaktu beliau wafat, jenasahnya hendak dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan disamping
Sunan Ampel yaitu ayahandanya .Tetapi kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak
bisa bergerak sehingga terpaksa jenazahnya Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu
disebelah barat Masjid Jami ’Tuban.
Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim Sunan Bonang / Syekh Maulana Makhdum Ibrahim Reviewed by siuwild on 15.33 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.